Seorang pengusaha yang kaya raya mengajak putra tunggalnya ke sebuah desa di mana seorang sahabat lamanya tinggal. Rupanya si pengusaha ini berniat menunjukkan pada putranya bagaimana orang – orang yang miskin di desa hidup sehingga putranya terlatih untuk bersyukur atas kekayaan mereka. Sahabat lama si pengusaha hanyalah seorang biasa, menafkahi keluarga dari jerih payahnya berkebun, memancing di sungai seberang rumahnya atau
menggarap sawah majikan.
Namun ia seorang yang berhati lapang, diterimanya dengan gembira kedatangan sahabat lamanya yang kini sudah sukses sebagai usahawan ternama. Si pengusaha dan putra semata wayangnya itu pun tinggal di sana untuk waktu yang cukup lama.
Tibalah waktu si pengusaha untuk kembali ke kota , di perjalanan pulang ditanyakan pada putranya kesan selama tinggal di desa itu.
“ Bagaimana perjalanan ini nak ? “
“ Luar biasa sekali yah “
“ Kau lihat bukan bisa begitu miskinnya kehidupan seseorang ?”
“ Oh, tentu “ jawab si anak tersenyum
“ Apa yang kau bisa pelajari dari kunjungan kita, nak ? “
“ Yah, aku lihat kita memiliki kolam renang yang luasnya mencapai kebun belakang,
tapi mereka memiliki sungai yang terhampar luas dan entah berakhir di mana, lampion
kita berjejeran di taman sedangkan mereka memiliki bintang yang bertebaran di
angkasa, di teras kita bisa memanda ng hanya sampai ke batas dinding pagar namun
mereka bisa memandang cakrawala sejauh – jauhnya “
“ Kita memiliki banyak pelayan tapi mereka melayani satu sama lain. Kita membeli
makanan sedangkan mereka menanam, membesarkan atau menumbuhkannya,
sekeliling rumah kita tembok tinggi dan kokoh untuk melindungi namun mereka
memiliki sahabat dan tetangga yang saling menjaga satu sama lain ”
Mendengar jawaban ini terdiamlah si pengusaha tak sanggup mengucap barang
sekata. Putranya memandang ke arah matanya dan ber kata lagi
“ Terimakasih yah, untuk mengajariku tentang betapa miskinnya kita ..”
Sumber: Majalah ababil edisi 4 Juni 2010