Senin, 03 Oktober 2011

Segalanya adalah Cermin


Segalanya adalah cermin.
Kemampuan kita untuk mengaca, melihat hal-hal baik dan keunggulan pada siapapun yang ada di sekeliling, baik dia adalah sahabat ataupun musuh, akan memberi nilai kebajikan pada tiap hubungan yang kita jalin dengan mereka. Kita bercermin, melihat bahwa ada selisih nilai antara kita dan sang bayang-bayang. Lalu kita menghargai kelebihannya. Memujinya, sehingga kebaikan itu makin bercahaya.

“Jika Anda membenci seseorang,” kata penyair Herman Hesse, “Anda sebenarnya membenci sesuatu dalam dirinya yang merupakan bagian dari diri Anda. Apa yang bukan merupakan bagian dari diri Anda sendiri sama sekali takkan mengganggu Anda.

Maka saat kita berkaca, menemukan aib pada kawan perjalanan itu sungguh sama artinya dengan menemukan aib kita. Setiap saudara adalah tempat kita bercermin untuk melihat bayang-bayang kita.
Seperti sabda sang Nabi,
“Mukmin yang satu adalah cermin bagi mukmin yang lain”.
Dalam hening kita mematut diri di depannya, lalu kita sempatkan untuk bertanya, “Adakah retak-retak di sana?”

***

Seringkali memang ada retak menghiasi bayangan kita dalam kaca. Kita diajarkan bahwa retak itu bukan terletak pada sang kaca. Retak itu justru mungkin terdapat pada sekujur diri kita yang sedang berdiri di depannya.
Lalu kita pun merapikan diri lagi, menata jiwa, merekatkan retakan-retakan itu hingga sang bayangan turut menjadi utuh.

***

Makna bercermin tidak berhenti sampai disitu. Kita juga tahu, menjadikan sesama peyakin sebagai cermin berarti melihat dengan seksama. Lalu saat kita menemukan hal-hal yang tek berkenan di hati dalam gambaran itu, kita tahu bahwa yang harus kita benahi bukanlah sang bayang-bayang. Kita tahu, yang harus dibenahi adalah diri kita yang sedang mengaca. Yang harus diperbaiki bukan sesama yang kita temukan celanya, melainkan pribadi kita yang sedang bercermin padanya.

Satu lagi. Bahkan jikapun sang cermin buram, barangkali noda itu disebabkan hembusan nafas kita yang terlalu banyak mengandung asam arang dosa.

***

Kita menginsyafi bahwa diri kita adalah orang yang paling memungkinkan untuk diubah agar segala hubungan menjadi indah. Kita sadar bahwa diri kitalah yang ada dalam genggaman untuk diperbaiki dan dibenahi. Kita mafhum, bahwa jiwa kitalah yang harus dijelitakan agar segala bayang-bayang yang menghuni para cermin menjadi memesona. Biarkan sesama peyakin sejati sekedar memantulkan kembali keelokan akhlak yang kita hadirkan.

Dalam dekapan ukhuwah, segalanya adalah cermin.


*Salim A.Fillah

Jika dari musuh kita bisa belajar, apatah lagi dari seorang sahabat. Terkhusus pd seorang sahabat, dari mereka kita bisa bercermin untuk mengejar ketertinggalan dalam kebaikan dan menebus selisih nilai dimana kita masih berada di bawah tingkat keelokan akhlak mereka.
Jangan lelah untuk terus belajar dan bercermin, Semoga bisa kita capai derajat yang tinggi, aamiin..

Rahasia Keajaiban


Lelaki tua itu akhirnya merenggut  takdirnya.Roket-roket Yahudi mungkin telah meluluhlantakkan tubuh lumpuhnya.Tapi mereka keliru!
Sebab nafas cintanya telah memekarkan bunga-bunga jihad di Palestina. Sebuah generasi baru tiba-tiba muncul ke permukaan sejarah dan hanya tahu satu kata: jihad.
Dan darahnya yang tumpah setelah fajar itu, adalah siraman Allah yang akan menyuburkan taman jihad di bumi nabi-nabi itu. Dan tulang belulangnya hanya akan menjadi sumbu yang menyalakan api perlawanan dalam jiwa anak-anak Palestina.

Syeikh Ahmad Yasin, lelaki tua dan lumpuh itu, adalah keajaiban cinta. la hanya seorang guru mengaji. Tapi dialah sesungguhnya bapak spiritual yang menyalakan api jihad di Palestina. Ia tahu, perjuangan Palestina telah dinodai para oportunis yang menjual bangsanya. Tapi ia tetap harus melawan. Dan lumpuhnya bukan halangan. Maka ia pun meniupkan nafas cintanya pada bocah-bocah Palestina yang ia ajar mengaji. Dari tadarus Qur’an yang hening dan khusyu’ itulah, lahir generasi baru di bawah bendera Hamas.
Palestina memang belum merdeka. Tapi ia telah merampungkan tugasnya: perang telah dimulai. Ketika akhirnya ia syahid juga, itu hanya jawaban Allah atas doa-doanya.

Letaki tua itu mengingatkan aku pada syair Iqbal:
Tak berwaktu cinta itu, kemarin dan esok teriepas daripadanya
Tak bertempat ia, atas dan bawah terlepas daripadanya
Bila ia mohon pada Tuhan akan keteguhan dirinya
Seluruh dunia pun menjadi gunung, dan ia sendiri penunggang kuda

Sejarah adalah catatan keajaiban. Tapi cinta adalah rahasianya. Cinta adalah saat kegilaan jiwa.
Begitu cinta merasuki jiwamu, kamu jadi gila. Begitu kamu gila, energimu berlipat-lipat, lalu membulat, mendidih bagai kawah yang siap meledak dan membakar semua yang ada di sekelilingnya. Begitu energimu meledak, keajaiban tercipta. Begitulah naturalnya: keajaiban-keajaiban yang kita temukan dalam sejarah tercipta dalam saat-saat jiwa itu.

Legenda keadilan Umar bin Khattab adalah keajaiban. Tafsirnya adalah cintanya pada Allah dan rakyatnya telah menjadi roh kepemimpinannya.

Legenda perang Khalid bin Walid adalah keajaiban. Tafsirnya juga begitu: karena ia lebih mencintai jihad ketimbang tidur bersama seorang gadis cantik di malam  pengantin.

Hasan Al-Banna adalah legenda dakwah yang melahirkan kebangkitan Islam modern. Tafsirnya juga begitu: ia lebih mencintai dakwahnya di atas segalanya.

Saat cinta adalah saat gila. Saat gila adalah saat keajaiban. Bumi bergetar saat sejarah mencatat keajaiban itu.
Iqbal menyebut saat cinta itu sebagai saat jiwa jadi sadar-jaga.
Apabila jiwa yang sadar-jaga terlahir dalam raga,
Maka persinggahan lama ini, ialah dunia, gemetar hingga ke dasar-dasarnya


*Anis Matta


Mereka telah meluahkan seluruh energi cintanya di jalan kemuliaan, yang dengannya mereka mendapat tempat d hati manusia. Beliau, dg kekurangan fisik tlh mampu menciptakan keajaiban yg memukau.Bagaimana dengan kita saat ini?
Di saat semua kebutuhan begitu lengkap tersedia, tubuh yg sehat dan sempurna dan di jaman yang bs dikatakan cinta akan mekar dimana pun, kemana kita curahkan energi cinta itu? Tlh berapa banyak keajaiban/ kebahagiaan tlh kita hadirkan disekeliling kita ?
Aku pun msh berfikir!!

Menghindari Mati ?


Sebuah koran yang telah lama terbit di Saudi (Al-Qashim) menyebutkan bahwa seorang pemuda di Damaskus telah bersiap-siap untuk melakukan perjalanan. Dia memberi tahu ibunya bahwa waktu take off pesawat adalah jam sekian. Ibunya diminta untuk membangunkannya jika telah dekat waktunya. Pemuda itupun tidur.

Sementara itu si ibu mengikuti berita cuaca dari radio yang menjelaskan bahwa angin bertiup kencang dan langit sedang mendung.
Sang ibu merasa sayang terhadap anak satu-satunya itu. Karenanya, dia tidak membangunkan anaknya dengan harapan dia tidak jadi pergi pada hari itu karena memang cuaca sangat tidak mendukung. Dia takut akan terjadi suatu peristiwa yang tidak diinginkan.
Ketika dia sudah yakin bahwa waktu perjalanan sudah lewat, dan pesawat telah tinggal landas, ibu tersebut membangunkan anaknya. Dan ternyata, si anak telah meninggal di tempat tidurnya.

***

"Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Al-Jumu'ah : 8)

Yang lari dari kematian akan menemukan kematian itu sendiri. Yang selalu harus diingat oleh seorang hamba adalah bahwa dia sedang membawa kematiandia sedang berjalan menuju kematian.

Sungguh indah ungkapan Ali bin Abi Thalib:
"Sesungguhnya hari ini adalah beramal dan tidak ada hisab sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada lagi beramal."


*[Bunga Rampai]*

Kematian akan menyapa siapa pun,
baik ia seorang yang shalih atau durhaka,
seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya,
seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana,
seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan.
Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:

“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)

Kematian itu seperti sahabat lama yg akan bersilaturahmi ke rumah kita. Sudah sewajarnya seorang tamu apalagi ia seorg sahabat harus dimuliakan dan dijamu sebaik-baiknya. Jadi, sudahkan kita siapkan"jamuan" yang paling baik tuk menyambutnya?

Sudahkah Kita Nyalakan Pelita dalam Diri ?


Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.

Orang buta itu terbahak berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok."

Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.

Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

***

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!"

Si buta tertegun. Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta." Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

***

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?" Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama."

Senyap sejenak. Secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya.," sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

***

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka."

***

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

*[Bunga Rampai]*

Alfabet for Success..


Kita semua tentu ingin sukses. Lagipula siapa yg mau gagal..hehe.. :D
Ehmm..Seorang pakar EQ, Patricia Patton, memberikan tips bagaimana kita menemukan dan memupuk harga diri, yang disebutnya sbg "alfabet keberhasilan pribadi".
Ini dia!

A : Accept. Terimalah diri anda sebagaimana adanya.
B : Believe. Percayalah terhadap kemampuan anda untuk meraih apa yang anda inginkan dalam hidup.
C : Care. Pedulilah pada kemampuan anda meraih apa yang anda inginkan dalam hidup.
D : Direct. Arahkan pikiran pada hal-hal positif yang meningkatkan kepercayaan diri.
E : Earn. Terimalah penghargaan yang diberi orang lain dengan tetap berusaha menjadi yang terbaik.
F : Face. Hadapi masalah dengan benar dan yakin.
G : Go. Berangkatlah dari kebenaran.
H : Homework. Pekerjaan rumah adalah langkah penting untuk pengumpulan informasi.
I : Ignore. Abaikan celaan orang yang menghalangi jalan anda mencapai tujuan.
J : Jealously. Rasa iri dapat membuat anda tidak menghargai kelebihan anda sendiri.
K : Keep. Terus berusaha walaupun beberapa kali gagal.
L : Learn. Belajar dari kesalahan dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
M : Mind. Perhatikan urusan sendiri dan tidak menyebar gosip tentang orang lain.
N : Never. Jangan terlibat skandal seks, obat terlarang, dan alkohol.
O : Observe. Amatilah segala hal di sekeliling anda. Perhatikan, dengarkan, dan belajar dari orang lain.
P : Patience. Sabar adalah kekuatan tak ternilai yang membuat anda terus berusaha.
Q : Question. Pertanyaan perlu untuk mencari jawaban yang benar dan menambah ilmu.
R : Respect. Hargai diri sendiri dan juga orang lain.
S : Self confidence, self esteem, self respect. Percaya diri, harga diri, citra diri, penghormatan diri membebaskan kita dari  saat-saat tegang.
T : Take. Bertanggung jawab pada setiap tindakan anda.
U : Understand. Pahami bahwa hidup itu naik turun, namun tak ada yang dapat mengalahkan anda.
V : Value. Nilai diri sendiri dan orang lain, berusahalah melakukan yang terbaik.
W : Work. Bekerja dengan giat, jangan lupa berdo’a.
X : X’tra. Usaha lebih keras membawa keberhasilan.
Y : You. Anda dapat membuat suatu yang berbeda.
Z : Zero. Usaha nol membawa hasil nol pula.



*safruddin

Nilai Sebuah Senyuman


dia tidak minta bayaran, tapi menciptakan banyak.

dia memperkaya mereka yg menerimanya, tanpa membuat melarat mereka yg memberinya.

dia hanya terjaga sekejap, namun kenangan tentangnya kadang2 bertahan lama

Tak seorangpun meskipun begitu kaya mampu bertahan tanpa dia, dan..
tak seorangpun yg begitu miskin,tetapi menjadi kaya karena manfaatnya.

dia menciptakan kebahagiaan untuk orang lain.

dia memberi rasa dalam letih,
sinar terang dlm keputusasaan.
sinar mentari dari kesedihan dan
penangkal bagi kesulitan dalam hidup.

namun dia tidak bisa dibeli,dipinjam atau dicuri.
karena dia adalah sesuatu yg tidak berguna,
sebelum diberikan kepada orang


"Pernahkah kita bertanya ttg waktu?"


"Pernahkah kita bertanya ttg waktu?"

Jika kita ingin tahu berapa harga waktu satu detik
    maka bertanyalah kpd tentara yg sdg berada dimedan perang
Jika kita ingin tahu berapa harga waktu satu menit
    maka bertanyalah kpd seorg bapak yg sdg menunggu isterinya yg hendak melahirkan
Jika kita ingin tahu berapa harga waktu satu hari
    maka bertanyalah kpd org2 miskin yg sdg kelaparan
Jika kita ingin tahu berapa harga waktu satu minggu
    maka bertanyalah kpd buruh pabrik yg sdg ditunggu keluargany
Jika kita ingin tahu berapa harga waktu satu tahun
    maka bertanyalah kpd seorg anak yg tdk naik kls

Hingga saat ini, mgkn tlh begitu banyak waktu yg kita hamburkan sia2.
Kawan, mari mulai saat ini kita manfaatkan waktu yg tersisa hanya utk kebaikan
dan kemajuan. No late for change! No late for be better!

So, msh adakah waktumu utk malam minggu?? Mdh2an saja tdk!!

Antara Embun & Laut


Cerita Musa dan Khidir adalah cara Allah mendidik Nabi-Nya, Musa a.s., untuk tidak merasa terlalu tahuuntuk tidak merasa hebat.
Dengan cara itu Allah hendak memangkas keangkuhannya, sekaligus menanamkan kepadanya sebuah kesadaran baru bahwa apa yang tidak kita ketahui jauh lebih banyak daripada apa yang kita ketahui.

Semua yang kita ketahui dan yang tidak kita ketahui terangkum lengkap dalam ilmu Allah. Yang kita ketahui itu terbatasSementara yang tidak kita ketahui itu tidak terbatas. Pengetahuan kita adalah gambaran keterbatasan kita sebagai manusia. Sementara ketidaktahuan kita adalah gambaran ketidakterbatasan Allah, sekaligus ketergantungan kita kepada-Nya.

***
Bisakah embun mengalahkan laut? Tidak!
Tapi itu juga bukan perbandingan yang setara. Ilmu kita memang hanya ibarat setetes embun di tengah lautan. Tapi lautan sendiri takkan pernah cukup untuk menulis ilmu Allah itu. Itu sebabnya di penghujung surat Al-Kahfi di mana Allah mengisahkan cerita Musa dan Khidir, Allah mengatakan:

“Andaikan laut dijadikan tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah, niscaya habislah laut itu sebelum kalimat-kalimat Allah itu habis, walaupun Kami mendatangkan laut lain sebanyak itu lagi”.

Laut itu akan kering sebelum semua ilmu- Nya, segenap kebijaksanaan-Nya, tercatat!

Semakin dalam kita menyadari betapa luasnya ketidaktahuan kita, semakin cepat kita sampai pada sebuah kesadaran baru, bahwa adalah salah besar untuk menafsirkan keberhasilan-keberhasilan kita dengan pengetahuan. Tentu saja pengetahuan kita berhubungan dengan kesuksesan kita. Katakanlah misalnya antara pengetahuan dan kekayaan. Tapi hubungan itu tidaklah bersifat kausalitas (sebab akibat) mutlak.

Pengetahuan hanyalah salah satu faktor yang bisa menjelaskan kekayaan seseorang atau sebuah bangsa. Tapi apa yang menjelaskan fakta bahwa banyak orang pintar yang miskin, dan sebaliknya, banyak juga orang bodoh yang kaya raya?
Pengetahuan mungkin menjelaskan kekayaan Bill Gates dan Amerika. Tapi mungkinkah Bill Gates sekaya itu seandainya dia lahir dua ratus tahun yang lalu? Sebaliknya, apa yang menjelaskan kekayaan negara-negara Teluk? Pengetahuan? Atau keberuntungan?

Selain itu, apa yang terjadi seandainya Allah memberikan semua pengetahuan dan sumber daya alam kepada bangsa-bangsa Barat, dan membiarkan bangsa-bangsa Teluk hidup tanpa pengetahuan dan sumber daya alam?

***
Pengetahuan adalah karunia Allah. Sumber daya alam adalah juga karunia Allah. Dengan membelahnya ke Barat dan Timur, Allah menciptakan interdependensi (saling ketergantungan) dalam kehidupan manusia. Dalam makna ini pula Allah menghadirkan kisah Qarun, Haman dan Fir'aun dalam keseluruhan riwayat hidup Nabi Musa.
Qarun adalah simbol kekayaan. Haman adalah simbol pengetahuan. Fir'aun adalah simbol kekuasaan. Ketiganya tenggelam ditelan laut dan bumi. Karena Qarun, misalnya, menafsirkan kekayaannya dengan tafsir tunggal “sesungguhnya aku diberi kekayaan ini karena pengetahuan yang kumiliki”.

Ketiga tokoh simbol itu adalah cerita tentang keangkuhan yang rapuh. Dan dihadirkan untuk mengajari kita makna perbedaan antara embun dan laut.

*[Sumber : Anis Matta,  Serial Pembelajaran]*

Kenyataan hidup selalu mengajarkan kita, bahwa selalu ada org lain yg lebih pintar dlm satu atau beberapa bidang tertentu. Akan lebih bijak jika kita memandang diri kita sbg org bodoh. Ini bkn berarti menjadikan kita menjadi tdk percaya diri, tp harus lebih melecut diri untuk banyak belajar dari banyak keadaan. Maka disini, diperlukan sikap mengalah, tak henti belajar dan menyempurnakan diri.

Semoga bermanfaat!

Obat Penghapus Dosa


Seorang tabib di kota Bashrah, menguraikan resep penghapus dosa dan penyembuh penyakit hati.

Resep itu kemudian dikisahkan oleh Hasan al-Bashri, sebagai berikut:

"Ambillah akar pohon kefakiran dan kerendahan hati. Simpan kedua akar tersebut dalam keranjangtaubat.
Tumbuklah dengan lesung ridha. Haluskan dengan saringan qana'ah (puas hati). Masukkan ke dalam mangkuk takwa. Campur dengan air haya' (rasa malu). Didihkan di atas api mahabbah (cinta). Tuangkan ke dalam bejana syukur.
Dinginkan dengan angin harapan. Dan minumlah dengan menggunakan sendok hamdalah (pujian kepada Allah).
Insya Allah engkau akan selamat dari segala penyakit dan bencana, baik di dunia maupun di akhirat."


*[Bunga Rampai]*

-Semoga..sebelum "penyakit" datang, kita sdh mempunyai "obat"nya..-